Rabu, 18 Januari 2017

Potensi Budidaya Ikan Air Laut di Pulau Simeulue Provinsi aceh


Potensi Besar Perikanan Simeulue Kesulitan Pasar dan harapan generasi ke depan putra simeulue
MedanBisnis - Banda Aceh. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Simeulue Ifdawati mengatakan, potensi besar sektor perikanan laut kepulauan Simeulue saat ini masih mengalami kesulitan untuk memasarkan komoditas tersebut.
"Pemasaran hasil tangkapan nelayan kita hanya untuk kebutuhan masyarakat lokal meski potensi ikan cukup besar di perairan laut Simeulue, sehingga tidak berdampak pada tingkat kesejahteraan nelayan," katanya saat dihubungi dari Banda Aceh, kemarin.

Karena itu, ia berharap adanya investor menanamkan investasi prosesing sektor perikanan di Simeulue, sehingga dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat khususnya nelayan di kepulauan tersebut. Potensi perikanan tangkap dan budidaya di Simeuleu, menurut Ifdawati seperti lobster, ikan tuna, cakalang, dan kerapu.

Dikatakannya, potensi ikan tersebut belum digarap maksimal oleh nelayan dikarenakan tidak ada pasar penampung, selain juga sumberdaya nelayan masih minim di Simeulue. Hasil tangkapan ikan perairan laut Sinabang yang mampu dilakukan nelayan rata-rata per tahun, misalnya lobster sekitar 20 ton, tripang 10 ton, kerapu sulu 200 ton, kerapu macan 300 ton, tuna mata besar 0,43 ton, tenggiri 184 ton, dan cakalang 358 ton.

"Itu hasil yang mampu ditangkap, sementara potensinya diyakini cukup banyak. Bahkan, lobster dan tuna dari Simeulue menjadi salah satu komoditas ekspor yang dilakukan melalui pelabuhan Belawan, Sumatera Utara," kata dia menambahkan.Seperti lobster, Ifdawati menjelaskan sempat menjadi primadona budidaya masyarakat Simeulue, disebabkan harga jual dipasaran pedagang penampung di Kota Medan mencapai Rp300.000/kilogram.

Karenanya, ia juga berharap Pemerintah Aceh ikut memperhatikan potensi perikanan yang masih terpendam di perairan laut Simeulue guna meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di kepulauan tersebut.
(ant)

Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, yang lebih dikenal karena sering digoyang gempa tektonik, ternyata memiliki obyek wisata alam, khususnya bahari yang cukup indah. Dari sekian banyak obyek wisata pantai, terdapat satu lokasi yang menarik, sehingga banyak wisatawan lokal yang menikmati indahnya alam, yakni pantai Teluk Tengku Diujung.
Eksotis pantai Teluk Tengku Diujung yang berada di Desa Lata’ayah, Kecamatan Simeulue Tengah, setiap sore menyedot minat warga hanya untuk menikmati panorama alam, makam spritual dan makanan khas mie lobster.
Selain itu, di sana juga terdapat obyek wisata spritual berupa makam Tengku Diujung, yang merupakan tokoh yang telah berjasa mengislamkan penduduk Pulau Simeulue pada masa pemerintahan dan berkuasanya Sultan Iskandar Muda.
Keeksotisan pantai Teluk Tengku Diujung, yang berjarak sekitar 64 Km dari Kota Sinabang, ibu kota Kabupaten Simeulue, itu karena memiliki pasir warna kemerah-merahan, batu karang dan batu cadas, pelabuhan nelayan, dan kolam penangkaran lobster dan ikan. "Setiap hari lokasi ini dikunjungi warga, selain menikmati indahnya alam, juga tidak ketinggalan menikmati udang lobster yang dimasak dengan mie," kata Ogek Demai, salah seorang pedagang di daerah wisata itu.
Lebih lanjut, Ogek Demai menuturkan, obyek wisata Teluk Tengku Diujung tersebut tumbuh secara alami, tanpa adanya dukungan penuh dari semua pihak, termasuk Pemkab Simeulue. Padahal untuk menarik wisata di lokasi tersebut, Ogek Demai membuat kolam dari batu karang, tempat penangkaran lobster dan ikan.
"Untuk mendukung wisata di sini, kami mendirikan usaha dengan modal dan tenaga sendiri, maka tersedia ala kadarnya, telah berupaya membuat kolam di antara batu karang itu, untuk memelihara lobster dan ikan. Jadi pengunjung tinggal pilih menu makanannya, supaya semakin ramai orang mengunjungi lokasi ini," kata Ogek Demai.
Obyek wisata pantai Teluk Tengku Diujung dan satu kompleks dengan makam Tengku Diujung, menjadi kunjungan favorit warga lokal dan warga luar daerah, namun belum dikelola dengan maksimal, dan masih serba darurat.
Hal itu dibenarkan Kadis Pariwisata Kabupaten Simeulue, Sukoco Erwan. "Bagaimana kita bisa kelola secara maksimal, karena kita sangat kekurangan dana, padahal lokasi itu sangat strategis dan sangat favorit, serta sangat terkenal," katanya.
Menurut Sukoco, untuk obyek wisata di lokasi tersebut pihaknya berencana membuat prasasti dan pengadaan kilas balik sosok Tengku Diujung. "Kita kini sedang berencana membangun prasasti dan membuat kilas balik sosok Tengku Diujung. Soal dukungan untuk pengelola kuliner dan pelaku wisata di daerah itu tidak ada," katanya.
Terkait dengan sarana dan kondisi lokasi obyek wisata alam dan spritual itu, belum diolah secara maksimal, mendapat pengakuan dari pengunjung luar daerah. "Ini lokasi wisata yang saya anggap lengkap dan serba komplet, semuanya ada. Spiritualnya ada, kuliner mie lobster tersedia, serta kalau mau mandi atau memancing juga ada," kata Rony, salah seorang jurnalis televisi lokal.
Namun, menurut Rony, obyek wisata tersebut butuh pengembangan dan dukungan dari semua pihak terutama pemerintah setempat, sementara peran serta dari warga lokal sudah dianggap maksimal. "Perlu pengembangan dan dukungan serius dari pemerintah, kalau dukungan dari warga sudah maksimal," ujarnya.
Secara georafis, lokasi obyek wisata pantai Teluk Tengku Diujung dan Makam Tengku Diujung dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat, roda dua, hanya terpaut kurang lebih 300 meter dari ruas jalan aspal antarkecamatan. Sementara bibir pantainya telah diberi tanggul penahan abrasi, termasuk tanggul di sekeliling kompleks makam.
Meskipun sarana pendukung masih sangat serba kekurangan termasuk sarana air bersih dan penginapan, namun Teluk Tengku Diujung menjadi tujuan peninjauan setiap kunjungan pejabat pemerintahan, militer dan nonpemerintahan lainnya, dari tingkat provinsi dan pusat. Yang dibutuhkan saat ini adalah sentuhan tangan secara profesional dari berbagai pihak terkait, termasuk dukungan kebijakan dan finansial dari pemerintah.
 
 
 


Ekspor Lobster Simeulue Terkendala Transportasi
(Analisa/barlian erliadi) KENDALA: Pekerja di usaha budidaya perikanan sedang memperlihatkan seekor ikan di keramba milik Mahlil, di Sinabang, Rabu (14/8). Simeulue memiliki kekayaan hasil perikanan, seperti lobster, yang sayangnya saat ini masih kesulitan pasar dan transportasi untuk pemasarannya.
Sinabang, (Analisa). Pengusaha kabupaten kepulauan di Aceh, Simeulue, mengaku terkendala keterbatasan transportasi untuk mengekspor hasil laut dari daerah ini ke Jakarta dan mancanegara, khususnya lobster (udang karang), 
 
Hingga saat ini tidak ada pesawat yang bersedia mengangkut lobster dalam jumlah kecil. Pengangkut lobster ke luar Simeulue hanya maskapai 'Susi Air', namun juga tidak mau mengangkut lobster milik pengusaha lokal dalam jumlah kecil.
 
Pengusaha perikanan di Sinabang, Mahlil (53), kepada Analisa, Rabu (14/8), mengungkapkan, sebenarnya potensi perikanan di daerah ini sangat menjanjikan. Bila dikelola dengan baik dan transportasi lancar, maka hasil laut seperti lobster sangat menjamin kesejahteraan masyarakat.
 
“Saya sudah tiga bulan tidak mengirim lobster ke luar daerah karena kendala transportasi udara. Lobster tidak bisa dikirim melalui kapal laut karena daya tahan tubuhnya hanya 15 jam. Lobster ini bernilai jual bila hidup. Dikirim ke Jakarta memakan waktu 15 jam di perjalanan. Kalau tidak lebih dari waktu itu, 95 persen dipastikan masih hidup,” jelasnya.
 
Dia mengaku bisa mengekspor sekitar 3-3,5 ton lobster setiap bulan. Lobster yang dibeli dari para nelayan itu dikarantina di kerambanya sebelum diterbangkan melalui pesawat. 
 
“Lobster hanya mampu bertahan 20 hari di dalam keramba. Lebih dari itu bisa mati karena kakinya patah terkena jaring keramba,” ujarnya.
 
Disebutkannya, harga lobster hidup di Jakarta mencapai Rp300 ribu/kg. Lobster mati hanya dijual di Simeulue untuk kebutuhan rumah makan. Kerapu hidup dibeli dari nelayan seharga Rp70 ribu/kg sesuai harga pasar. 
 
“Saya tidak banyak mengambil untung. Karena saya jual kepada orang dalam negeri yang nantinya mengekspornya ke Hongkong. Saya tidak tahu berapa harganya kalau di Hongkong,” ungkapnya.
 
Dia menekuni budidaya berbagai jenis ikan, termasuk lobster, kerapu dan lainnya yang ditempatkan di dalam keramba di pantai seputaran kota Sinabang. Usahanya cukup membantu nelayan setempat karena menjadi penampung hasil laut nelayan.
 
Selain lobster dan kerapu, beberapa jenis ikan lain yang dibudidayakannya adalah hiu, salmon, tuna, janang, dan sebagainya. Ikan-ikan tersebut untuk kebutuhan di daerah ini dan luar daerah.
 
Disebutkan, untuk kerapu hidup, dia mengirimkannya melalui kapal feri karena ada fasilitas itu di dalam kapal.
 
Di Simeulue, ikan yang harganya tinggi saat ini adalah Janang Merah hidup yang mencapai Rp100 ribu/kg, sementara yang mati Rp80 ribu/kg. Ikan ini dipasarkan baik di Simeulue maupun ke luar daerah.
 
Rugi
 
Mahlil mengaku, selama tiga bulan merugi karena tidak bisa mengekspor lobster ke luar daerah. Ditambah musibah kebakaran yang menimpanya sehingga sangat berpengaruh terhadap produktivitas penjualan lobster. 
 
“Saya tinggal di keramba karena rumah musnah terbakar. Musibah ini sangat berpengaruh bagi usaha saya,” tuturnya.
 
Meski ditimpa musibah, Mahlil tetap berupaya mengusahakan budidaya ikan dan menampung tangkapan ikan nelayan tradisional untuk selanjutnya dikirim kepada pembeli di luar daerah.
 
Pemerintah provinsi maupun Simeulue diharapkannya memberikan perhatian kepada nelayan di Simeulue. Nelayan tradisional saat ini tidak dapat mengekspor ikan berkualitas hasil tangkapannya karena kurangnya pembeli yang memiliki jaringan pemasaran di luar daerah maupun mancanegara.
 
“Saya banyak mendapat ikan hasil memancing, tapi tidak tahu harus menjual ke mana. Bahkan ikan kerapu ukuran besar sering saya kail, tapi hanya dijual di kampung dengan harga murah,” ungkap nelayan di Kecamatan Teupah Barat, Armin (40). (bei)
 
SDM DAN SDA DI SIMEULUE
Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode, Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.
Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di SMA adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMA sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.
Potensi Keunggulan Lokal
Konsep pengembangan keunggulan lokal diinspirasikan dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), geografis, budaya dan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut.
1. Potensi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).